Di suatu daerah pegunungan, sesosok pemuda sedang mempersiapkan bekal untuk perjalanan ke desa lain. Desa itu cukup jauh, harus melawati hutan-hutan dan gua. Pemuda itu hanya mampu membawa bekal untuk sekali perjalanan.
Saat pemuda itu memulai perjalanan, ia bertemu pengemis tua dengan pakaian penuh robek dan kumuh. Karena pemuda itu hanya mempunyai bekal secukupnya, dia pura-pura tidak melihat pegemis tua tersebut, dan berjalan melewatinya.
Tiba-tiba sang pengemis tua itu berkata, “Hai pemuda, ketika engkau melawati sebuah gua, ambil batu disekitarmu sebanyak-banyaknya!”
Pemuda itu cukup kaget, akan tetapi dia tetap tidak memperhatikannya, “alah, dasar pengemis, mau minta perhatian saja, paling dia mau minta sedekah.” Pikirnya.
Perjalanan pemuda itu dilanjutkan hingga hari sudah mulai malam. Ia pun harus mempercepat perjalanannya, karena dia harus melewati sebuah gua yang sangat gelap.
Ketika masuk ke dalam gua, ia teringat akan pesan pengemis tua. “ah, ngapain saya menuruti kata-kata pengemis tua itu!, lagipula ngapain saya harus membawa batu-batu di gua ini, menambah beban saya aja, mungkin pengemis itu sudah gila kali” keluhnya. Pemuda itu berjalan sambil meraba-raba karena gelapnya gua itu.
Sesaat kemudian di berfikir kembali, “Mungkin ada benarnya kata pengemis tua itu…” ia mulai penasaran dengan pesan pengemis tadi. Pemuda itupun mengambil sebuah batu kecil dan dimasukan ke saku celana.
Perjalanan panjang telah ia lalui, setelah melewati gua, ia mengarungi lembah, melewati gunung, hingga ta terasa bekal habis. Ia memaksa berjalan, walau perut kelaparan.
Akhirnya ia sampai juga di desa tujuannya, dan langsung ambruk tertidur di bawah sebuah pohon. Ia tertidur pulas. Tak lama kemudian, disaat berganti posisi, ia bangun, terasa ada yang mengganjal di celananya. “Ah, dasar bodohnya aku ini, aku membawa kemana-mana batu kecil tak berguna ini, menuruti kata-kata pengemis gila itu! Ku buang aja!” katanya dengan kesal.
Ketika akan membuang batu itu, terlihat batu itu berkilauan, memantulkan cahaya. Mata pemuda itu langsung terbelalak. “hah….., batu ini emas!” matanya melototi batu yang dipegangnya.
“ah…., andaikan saja……”
(Jihaduddin Fikri Amrullah)
~~~
Sahabatku, penyesalan memang terasa setelah kejadian telah berlalu. Seberapa sering diri kita ini membiarkan dan cuek terhadap pesan, nasehat, saran, kritik, dari orang tua kita, guru-guru kita, teman-teman kita, bahkan orang asing yang selalu kita anggap hanya omong kosong belaka.
Kita sombong terhadap nasehat-nasehat itu. Nasehat yang membuat kita baru sadar bahwa ternyata pesan, nasehat, kritik, orang-orang terdekat kita itu akan membawa kita ke gudang emas kesuksesan. Akan tetapi kita mengabaikannya. Kita merasa tidak butuh oleh nasehat orang lain. Dan waktu tidak akan bisa kembali, kita hanya bisa menyesalinya.
Allah telah mengirimkan kita penasehat-penasehat melalui Nabi dan Rosul-Nya. Dan di teruskan kepada para ulama, dalam menyampaikan pesan-pesan yang akan membawa kita ke surga. Tapi, mengapa kita masih saja mengabaikannya? Ataukah kita berharap akan menyesalinya di hari kemudian?
0 komentar:
Posting Komentar