Tak terasa, ternyata sebentar lagi tahun 2010 akan selesai. Dan kita sekarang sedang berada di penghujung tahun, di bulan Desember, di bulan yang marak akan ungkapan kasih sayang untuk seorang ibu. Merupakan bulan yang manis untuk menutup perjalanan panjang selama setahun dengan kembali merefleksi diri tentang sosok yang menghadirkan kita ke dunia yang indah ini, sekali lagi, ibu.
Sering kita lupa juga lalai akan kontribusi dan pengorbanan yang beliau lakukan, padahal jika ingin menghitungnya pun seluruh harta kekayaan kita tak akan pernah mampu membayar lunas semua yang pernah ia berikan. Teringat kembali, suatu kisah inspiratif mengenai kita sebagai anak yang seringkali mengeluh jika ibu meminta tolong sesuatu, atau kita sebagai anak yang tak jarang juga membantah apa yang beliau ucapkan. Ibu, dengan kesabaran yang luar biasa juga dengan tenaga yang seolah tidak pernah ada habisnya selalu siap siaga dan tak pernah mengeluh mengapa Tuhan menciptakan dirinya menjadi seorang ibu.
Pernahkah kita sadar, bahwa seringkali ibu mengorbankan keinginan dan kepentingan dirinya untuk kita agar kita hidup lebih nyaman. Ingatkah kita juga betapa cintanya tak pernah berkurang meski seringkali kita tak bersikap manis di hadapannya. Juga tentang dirinya yang selalu berani mengambil resiko, apapun itu, agar kita sebagai anaknya mampu menjadi seseorang untuk dunia. Lalu apakah beliau pernah protes kepada kita karena merasa diganggu dan dilupakan hak nya sebagai manusia yang juga pernah merasa lelah dan kecewa?
Ibu itu malaikat dunia. Mungkin Tuhan sengaja menciptakannya agar dunia ini lebih manusiawi, bahwa ada sosok yang terlihat begitu rapuh dan lemah tetapi sangat kuat dan tegar didalamnya. Seringkali kita terkecoh melihatnya sebagai sosok perempuan yang tidak berdaya apabila sendirian, tetapi nyatanya kita ditampar kenyataan bahwa mereka mampu mendobrak ekspektasi kita tentang daya tahannya. Mengandung selama sembilan bulan, kemudian melahirkan yang rasanya seperti berada di batas hidup dan mati, lalu tak juga selesai tugasnya sebagai ibu merawat anak bahkan sampai akhir usia. Tak pernah tidurnya sangat lelap karena ia harus selalu terjaga siap siaga memberikan segalanya untuk kita, anak yang selalu merepotkannya.
Sering kita lupa juga lalai akan kontribusi dan pengorbanan yang beliau lakukan, padahal jika ingin menghitungnya pun seluruh harta kekayaan kita tak akan pernah mampu membayar lunas semua yang pernah ia berikan. Teringat kembali, suatu kisah inspiratif mengenai kita sebagai anak yang seringkali mengeluh jika ibu meminta tolong sesuatu, atau kita sebagai anak yang tak jarang juga membantah apa yang beliau ucapkan. Ibu, dengan kesabaran yang luar biasa juga dengan tenaga yang seolah tidak pernah ada habisnya selalu siap siaga dan tak pernah mengeluh mengapa Tuhan menciptakan dirinya menjadi seorang ibu.
Pernahkah kita sadar, bahwa seringkali ibu mengorbankan keinginan dan kepentingan dirinya untuk kita agar kita hidup lebih nyaman. Ingatkah kita juga betapa cintanya tak pernah berkurang meski seringkali kita tak bersikap manis di hadapannya. Juga tentang dirinya yang selalu berani mengambil resiko, apapun itu, agar kita sebagai anaknya mampu menjadi seseorang untuk dunia. Lalu apakah beliau pernah protes kepada kita karena merasa diganggu dan dilupakan hak nya sebagai manusia yang juga pernah merasa lelah dan kecewa?
Ibu itu malaikat dunia. Mungkin Tuhan sengaja menciptakannya agar dunia ini lebih manusiawi, bahwa ada sosok yang terlihat begitu rapuh dan lemah tetapi sangat kuat dan tegar didalamnya. Seringkali kita terkecoh melihatnya sebagai sosok perempuan yang tidak berdaya apabila sendirian, tetapi nyatanya kita ditampar kenyataan bahwa mereka mampu mendobrak ekspektasi kita tentang daya tahannya. Mengandung selama sembilan bulan, kemudian melahirkan yang rasanya seperti berada di batas hidup dan mati, lalu tak juga selesai tugasnya sebagai ibu merawat anak bahkan sampai akhir usia. Tak pernah tidurnya sangat lelap karena ia harus selalu terjaga siap siaga memberikan segalanya untuk kita, anak yang selalu merepotkannya.
Ibu itu Malaikat Dunia, betapa kita seringkali lupa memberikan peghargaan setinggi tingginya kepada Beliau.
Pasti kita pernah menganggap omongannya tidak penting, berlebihan, tidak pula sesuai dengan perkembangan zaman. Tetapi ternyata, semua yang beliau katakan mampu kita mengerti setelah kita juga menjadi orang tua kelak. Betapa dia ternyata tak pernah berlebihan, betapa dia sebenarnya tak pernah menginginkan kita bermuram durja, atau dalam lubuk hatinya dia juga tak pernah ingin membuat kita malu dan rendah diri dalam menghadapi kerasnya dunia. Semua yang beliau katakan mungkin saja perih yang dirasakan karena penyesalan di masa muda, dan dengan kelembutan hatinya dia tak ingin kita merasakan hal yang sama.
Ibu, sosok yang luar biasa “munafik”. Ia mampu bersikap dan berbicara berbeda dengan apa yang sebenarnya di rasakan. Padahal hatinya sedang gundah gulana, sedih, atau kecewa. Tetapi dia selalu meyakinkan kita bahwa semuanya baik baik saja. Hingga kita seringkali menjadi tidak peka dan malah melupakan bahwa ibu juga manusia biasa. Kita pun lupa, bahwa ibu banting tulang tak kenal lelah mendampingi kita di usia muda, kemudian kita dengan perasaan biasa saja meninggalkannya dan berusaha membuat dia jauh dari kehidupan kita. Betapa seringkali kita tak mau mengurusnya di masa tua karena ia merepotkan. Padahal jika kita sadar, manusia berumur tua sebenarnya kembali menjadi kita di masa bayi yang selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam segala aktivitas. Kita lupa dan tidak sabar menghadapnya padahal dulu ia tak pernah menghina segala keterbatasan diri ini. Buat kita lebih prioritas kebahagiaan kita, cemerlangnya karier kita, berprestasinya anak anak kita. dan kita lupa bagai kacang pada kulitnya.
Untuk semua yang ia berikan dan lakukan kepada kita tak pernah ia meminta balasan. Melihat senyum kita dan rasa bangga yang ada saat kita mampu berdiri di atas dunia pun lebih dari cukup untuknya. Untuk semua kerja keras di balik itu semua, GRATIS itu katanya. Ya, Ibu itu Malaikat Dunia, betapa kita seringkali lupa memberikan peghargaan setinggi tingginya kepada ia.
Being a full-time mother is one of the highest salaried jobs... since the payment is pure love. (Mildred B. Vermont)
Haniva Az Zahra
Peserta PPSDMS Nurul Fikri dan Mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia
Sumber: okezone.com
0 komentar:
Posting Komentar